Senin, 12 Desember 2011

SITUASI KEBAHASAAN DALAM BAHASA INDONESIA


A.    Aspek Sosiolinguistik
Bahasa adalah sesuatu yang hidup. Sebagai sesuatu yang hidup, ia tentu mengalami perkembangan. Dan, perkembangan berarti perubahan. Perubahan itu terjadi, oleh karena bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Keterikatan dan keterkaitan bahasa dengan manusia itulah yang mengakibatkan bahasa itu menjadi tidak statis, atau meminjam istilah Chaer (1994:53) bahwa bahasa itu dinamis.
Dalam perkembangannya, studi-studi yang dilakukan terhadap bahasa tidak lagi terbatas hanya pada aspek kaidah-kaidahnya (sistem linguistiknya) saja, namun telah berkembang pada kajian bahasa dengan melihat aspek sosialnya. Demikian pula prinsip kodifikasi bahasa semakin terbuka berdasarkan pada bahasa yang digunakan oleh masyarakat.
Situasi kebahasaan memiliki perlakuan yang berbeda mengenai pemakaiannya. Para ahli sepakat bahwa bahasa merupakan gejala sosial sehingga lahirlah suatu cabang ilmu yang disebut sosiolinguistik.
Dalam pandangan sosiolinguistik, bahasa itu dinamis dan bahkan demokratis sehingga untuk menyikapi bahasa itu mestilah terbuka terhadap perkembangan atau perubahan bahasa.
Lebih jauh (Nababan, 1993:9) menyatakan, sosiolinguistik sebagai suatu aktivitas yang secara khusus diarahkan untuk penelitian tentang interaksi struktur bahasa dengan struktur sosial, serta saling pengaruh antara tingkah laku kebahasaan dengan tingkah laku kemasyarakatan barulah dikembangkan pada tahun enam puluhan. Tallei (1997), juga memberi penjelasan bahwa pembahasan aspek sosiolinguistik dalam studi bahasa dikembangkan sejak dimunculkannya istilah “konteks” dan “komunikatif” dalam pembelajaran bahasa.
Dari uraian di atas jelaslah bahwa sosiolinguistik memberikan penekanan pada aspek pemakaian bahasa yang aktual di masyarakat. Artinya, bahasa dalam pandangan sosiolingiustik adalah keaktifan kemasyaratakan yang berkembang dari ke hari. Bahasa dapat berkembang dengan menerima unsur-unsur pinjaman dari luar ataupun secara kreatif mengembangkan unsur-unsur yang telah lama ada dalam dirinya; memperkaya dirinya, untuk memperoleh perkenalan yang lebih luas.
Sosiolinguistik bertujuan untuk memahami:
1.    pemakai bahasa pada umumnya dalam konteks sosial dan kebudayaan.
2.    hubungan unsur –unsur kebudayaan dengan situasi unsur-unsur sosial budaya.
3.    ragam bahasa yang disebabkan oleh diversifikasi pemakai bahasa.
4.    ragam bahasa yang disebabkan oleh tingkat-tingkat sosial pemakai bahasa.
5.    sikap bahasa.
6.    fungsi-fungsi sosial bahasa.
7.    keutuhan bahasa.  
Guru pada umumnya perlu mempelajari sosiolinguistik akan sangat membantu guru ketika menghadapi siswanya yang mempunyai latar bahasa yang berbeda sehingga membuat guru perlu mempelajari sosiolinguistik agar dapat menghadapi masalah kebahasaan yang digunakan oleh siswanya, kedwibahasaan dan variasi bahasa yang mempunyai relevansi terhadap pengajaran bahasa. Diharapkan bahwa dengan hasil pengkajian sosiolinguistik  dapat membuat guru menyesuaikan bahasa yang digunakannya terhadap siswanya dan juga agar guru tidak terbawa oleh arus sosiolinguistik yang tidak terikat oleh kaidah kebahasaan. Karena yang terpenting adalah bahasa yang digunakan tersebut dapat mencapai tujuan fungsional bahasa.
Seorang guru harus dapat semaksimal mungkin menggunakan fungsi bahasa sebagai alat komunikasi yaitu guru yang mempunyai tugas sebagai Pembina bahasa harus dapat menggunakan bahasa yang baik dan benar dengan tidak menyimpang dari kaidah, efektif, dan tepat pilihan kata-katanya sehingga siswanya mampu berkomunikasi dengan baik juga mudah untuk dipahami serta enak didengar.  

B. Ancangan sosiolinguistik di dalam Kajian Perencanaan Bahasa
    Labov (1972) mengemukakan bahwa sebuah variabel sosiolinguistik mempunyai hubungan yang bersifat serentak dengan sejumlah variable nonlinguistik dalam konteks sosial tertentu misalnya penutur, lawan tutur, pendengar, dan latar. Sejalan dengan hal tersebut, Nababan menyebutkan tiga bidang pokok kajian sosiolinguistik yaitu:
a.    Pengaruh masyarakat dan/atau anggota masyarakat atas bahasa yang menghasilkan pengetahuan tentang variasi dan/atau ragam bahasa baik yang bersifat internal misalnya variasi yang terjadi pada tataran fonologi, morfologi, sintaksis, dan sebagainya maupun yang bersifat eksternal misalnya dialek, sosiolek, fungsiolek, dan kronolek.
b.    Fungsi bahasa dalam masyarakat yaitu sosiolinguistik mengembangkan pengertian tentang berbagai kategori bahasa nasional, bahasa resmi,dan bahasa pendidikan.
c.    Tata cara penggunaan bahasa oleh masyarakat dan dalam masyarakat yang meliputi:
1. hubungan bahasa dan budaya
2. pragmatik bahasa
3.kedwibahasaan
4. perencanaan bahasa
 Wujud penerapan sosiologi seperti yang dikemukakan oleh Fishman (1972) pada kajian bahasa yang cenderung makin lama makin mengarah ke dalam lingkup persoalan bahasa makin berfokus pada soal perbedaan reaksi atau tanggapan yang muncul atau tampak di pusat-pusat kekuasaan dan di dalam pemantauan usaha pembaruan bahasa yaitu seperti yang ditegaskan oleh Moeliono bahwa sebagaimana perubahan perilaku kemasyarakatan dapat dipengaruhi maka sosiolinguistik pun percaya bahwa perilaku kebahasaan seseorang dapat diubah dan dipengaruhi kebahasaannya. Dalam kaitannya dengan perencanaan bahasa ia memberikan pula penegasan bahwa perbedaan ancangan terhadap bahasa yang dipandang dari sudut struktur dan fungsi kemasyarakatan yang menimbulkan cabang ilmu yang baru disebut perencanaan bahasa. 
    Ada beberapa ahli yang berpendapat bahwa ancangan sosiolinguisitk kurang dapat diandalkan untuk memecahkan masalah-masalah perencanaan bahasa atau hubungannya dengan manusia dengan bahasa dengan pemakaian bahasanya. Salah satunya yaitu Suharmo (1985) yang lebih cenderung kepada penggunaan ancangan linguistik struktural karena beberapa alas an yaitu:
a.    Bahasa adalah suatu bagian dari fenomena tingkah laku manusia yang terikat erat dengan nilai oleh suatu hubungan yang serasi dan semua terjadi oleh adanya pemancar dan penerima yaitu anggota masyarakat sehingga istilah sosiolinguistiknya terlalu berlebihan.
b.    Apabila sekedar berurusan dengan tata bahasa dalam pemakaian sosial yang tidak ada hubungannya dengan dinamika serta inertia nilai kebudayaan manusia maka sosiolinguistiknya baru merupakan sebagian kecil dari telaah bahasa yang telaah dicakup oleh linguistik kultural.
c.    Linguistik kultural mencakup pertanyaan-pertanyaan yang selalu terbuka dan merupakankeumuman yang amat tinggi sebab hanya dengan keumuman seperti itu dapat mencakup dapat mencakup daerah penerapan yang amat luas.   
    Halliday (1992) mencetuskan ancangan yaitu bahasa dipandang sebagai salah satu dari sejumlah system makna yang terdapat dalam sebuah sistem sosial. Ancangan ini merupakan ancangan semiotic sosial dalam pengkajian bahasayang memberikan tekanan pada konteks sosial.
     Moeliono berpendapat (1975) dalam usaha pengembangan bahasa Indonesia patut dipertimbangkan peninjauan dari sudut sosiolinguistik berdasarkan hubungan dengan konsep yang diajukan oleh Ribin dan Jernudd, Fergoson, dan Halliday serta membedakan tiga macam ancangan di dalam perencanaan bahasa  berdasarkan konsep para ahli tersebut dan hubungannya dengan keadaan sosiolinguistik yaitu sebagai berikut:
1.    Garis haluan kebahasaan (policy) yang berkenaan dengan penentuan kedudukan bahasa dan fungsi sosiolinguistiknya.
2.    Pengembangan bahasa (development) yaitu mengenai pengembangan studi bahasa  termasuk  tentang pengaksaraan bahasa yang mengenal tata tulis, pembakuan bahasa dan pemodernan bahasa.
3.    Pembinaan bahasa (cultivation) yang bertujuan meningkatkan jumlah pemakai bahasa dan mutu pemakaian bahasa melalui penyebaran hasil pembakuan dan penyuluhan serta pembimbingan.
Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Moeliono, Halim (1975) menyarankan bahwa pembakuan dan pengembangan bahasa yang efektif perlu didasarkan atas keadaan sosiolinguistik yang ada.
Berdasarkan pertimbangan bahwa perencanaan kebahasaan (policy) bersifat politis bukanlah semata-mata sebagai tugas perencanaan bahasa maka sebagai alternativ adalah perncanaan bahasa Indonesia maka pengembangan bahasa (development) dan pembinaan bahasa (cultivation) dipopulerkan sebagai usaha pengembangan dan pembinaan bahasa.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar