Senin, 12 Desember 2011

CERPEN

CINTA DAN KEBOHONGAN
“Cinta ini membunuhku”. Begitulah salah satu bagian dari lirik yang terdapat dalam lagu yang dibawakan oleh D’Masiv, salah satu group band asal Indonesia. Hal itulah yang kini kurasakan. Dengan cinta yang ada dalam hati ini menjadikan diriku sebagai seorang yang possessive dengan rasa memiliki yang terlalu tinggi. Karena kami sama-sama anak kos-kosan dan asrama  kami berdekatan bahkan dapat dikatakan saling berhadapan aku selalu melihat aktifitasnya setiap hari. Aktifitas yang membuatku benci yaitu duduk bercanda  dengan perempuan lain.Aku tidak rela membiarkan ia bercanda dan lalu tertawa lepas dengan perempuan lain sementara di kamarku aku meringkuk di dalam kamar kecil dengan ukuran 4x4 meter meratapi kesendirianku.  Suara tawa mereka seolah mengejek diriku dan memenuhi seluruh gendang telingaku.Aku takut ia akan jatuh cinta kepada perempuan-perempuan itu.  Ini menjadikanku  tersiksa dengan semua ini. Ingin rasanya aku pergi ke dunia lain agar tidak bertemu lagi dengan orang yang kucintai tersebut. Pada akhirnya di setiap pertemuan kami tak pernah luput dari yang namanya pertengkaran sehingga membuat ia tak pernah merasa betah ketika berada di sampingku.
    Perasaan yang kurasakan tersebut sebenarnya bukanlah hal yang wajar karena ia belum menjadi pendamping hidupku. Berbagai cara telah aku lakukan agar aku bisa menghilangkan perasaan ini. Salah satunya yaitu dengan pergi ke orang pintar yang biasa disebut dengan dukun berharap agar ia bisa memberikanku solusi agar aku tidak diliputi perasaan cemburu ini atau bahkan jika ia mampu aku ingin agar perasaan cinta ini bisa hilang pada diriku. Walaupun cara ini sudah kadaluarsa karena bukan zamannya lagi. Pada awalnya aku dapat mengontrol perasaanku namun hal itu tidak bertahan lama. Bahkan kecemburuanku semakin bertambah kadarnya dari sebelumnya. Pada akhirnya hubunganku dengan dia tak pernah akur. Hal yang tak perlu dipermasalahkan pun menjadi bahan pertengkaran kami.
    Seperti halnya yang kualami pagi tadi yaitu ketika aku menuju ke kamar mandi yang berada di samping kamar lelaki itu, sebut saja namanya Iyan dan tentu saja untuk dapat sampai ke tempat itu harus melewati  kamarnya. Ketika sampai di depan kamarnya seperti kebiasaanku aku lalu menoleh ke dalam kamarnya dan satu hal yang membuat pertengkaran terjadi lagi yaitu aku mendapatinya sedang bercanda dengan perempuan lain yang tak lain adalah tetangga asramanya yang tinggal bersebelahan dengan kamar Iyan. Mereka terlihat sangat mesra. Setan pun meniupkan apinya ke dalam hatiku dan menyuruhku agar aku marah kepada Iyan. Seperti biasanya, aku terhasut dengan bujuk rayunya. Aku pun memanggil dia untuk menjelaskan semua itu dan tentunya ia mempunyai alasan atas semua tindakannya tersebut. Iyan merasa bahwa tindakannya tersebut adalah hal yang biasa dan tak perlu untuk dipermasalahkan.Dan aku pun tetap bertahan pada pendirianku bahwa dirinya telah melakukan perbuatan yang salah. Sampai akhirnya gunung merapi pun meletus dan mengeluarkan larvanya, kami pun bertengkar hebat karena masing-masing mempertahankan pendapatnya dan tidak ada dari kami yang mau mengalah. Aku pun menangis seperti kebiasaanku ketika telah kalah dalam pertengkaran tersebut. Harapanku ketika ia melihat air mataku yang jatuh tersebut akan membuat hatinya luluh namun ia tetap pada pendiriannya sebagai orang yang tidak mempunyai belas kasihan. Mungkin ia telah terbiasa dengan hal ini karena air mataku selalu memaksa keluar pada saat-saat tersebut walaupun sebenarnya aku tak ingin mengeluarkannya. Aku tak ingin menunjukkan dihadapannya kalau aku adalah wanita yang lemah. Namun apa daya, karena watakku memang adalah seorang perempuan yang cengeng maka setiap aku terhimpit dalam suatu masalah aku selalu mengeluarkan air mataku.
    Sebenarnya aku ingin sekali menghilangkan perasaan cemburu yang terlalu berlebihan ini karena rasa ini melukaiku, menyakiti diriku sehingga selalu merasa tersiksa. Dan rasa cemburu ini bukanlah watakku yang sebenarnya. Dahulu aku tidak seperti ini. Aku adalah orang yang cukup cuek, tak pernah perduli dengan permasalahn orang lain, sabar, dan tidak posesive. Teman-temanku selalu mengatakan bahwa aku adalah orang yang tenang dan tidak mudah terbawa masalah. Namun sifat itu seolah sirna pada diriku,berputar sangat jauh dengan sudut putaran 360 derajat. Akibat dari sifatku ini aku selalu dipermainkan oleh orang-orang yang berada di sekitarku, mereka berusaha membuat agar tak pernah tenang dengan perasaan cemburu yang kumiliki ini.
    Rasa cemburu ini ditanamkan oleh pacarku sendiri. Hal ini bermula ketika rasa kepercayaan yang kutanamkan begitu dalam padanya, dirusaknya dengan mengkhianati kepercayaan yang kuberikan. Berkali-kali kata maaf terlontar dari bibirnya mungilnya namun berulang kali pula tubuh besarnya mengulangi kesalahan yang sama. Ia memanfaatkan hatiku yang lemah kepadanya.
    Kisah ini bermula ketika rasa cintanya tak sepenuhnya lagi ia berikan padaku tetapi pada orang lain. Pada awalnya aku melihat perempuan yang tak lain bernama Rani itu sedang duduk berduaan dengan Iyan di dalam kamarnya dalam keadaan pintu yang setengah tertutup. Sebenarnya saat itu aku tak akan melihat kejadian itu jika aku tak ingin ke kamar mandi. Pada saat menuju kamar mandi dan melewati kamarnya  aku mendengar suara perempuan sedang tertawa. Ketika kutengok ke dalam ia pun memperkenalkan perempuan itu dan mengatakan kepadaku sambil berbisik bahwa Rani adalah sepupunya yang baru saja datang dari kampung dan ingin mendaftar kuliah. Karena percaya padanya aku pun tidak menaruh rasa curiga dan bahkan aku pun memperlihatkan itikad baikku kepadanya dengan mengajaknya bercerita.
    Sampai suatu saat aku mengetahui suatu kebohongan yang membuat aku marah besar dan membuat diriku ingin mengakhiri hidupku. Lewat sepupunya yang terbilang telah akrab denganku memberitahukan bahwa Rani tidak mempunyai hubungan dengan Iyan dan yang lebih mengejutkan lagi ternyata mereka sedang menjalin hubungan cinta dengan status pacaran. Ketika mendengar itu serasa bumi telah runtuh dan menelanku. Aku pun kemudian mendatangi kamarnya dengan maksud untuk meminta penjelasan itu. Semula ia tak mengakuinya namun aku tetap memaksanya untuk tetap mengaku. Pada akhirnya ia pun menyerah dan mengakuinya bahwa perempuan itu adalah pacarnya. Mendengar hal itu maka pecahlah semua emosi yang ada pada diriku dengan menangis sejadi-jadinya. Di tengah tangisan itu aku memberikan ia pilihan.
“Mana yang kau pilih, perempuan itu atau diriku?” tanyaku.
“Maaf, aku lebih memilih Rani” sahutnya.
Mendengar itu aku ingin memukulnya, ingin menampar pipinya yang halus agar meninggalkan bekas telapak tanganku seperti gambar-gambar yang terdapat di dalam gambar animasi. Namun hal itu masih kutahan karena aku berharap ia masih mau merubah kata-katanya dan mengatakan bahwa ia bercanda. Namun itu hanya angan-anganku saja, Barman tetap pada pendiriannya. Karena pada saat itu ia hendak ke kampus, maka ia meminta izin kepadaku untuk segera pergi. Aku pun tak kuasa menahannya.
    Selepas kepergiannya aku segera menuju ke kamarku dan di tempat itu aku meratapi kesedihanku.
“Mengapa ia tega memperlakukanku seperti itu?” pikirku.
“Apakah seperti itu sifat lelaki, ketika ia mendapatkan semua yang diinginkannya selanjutnya ia mencampakkannya?” tanyaku di dalam hati sambil menangis.
Kuakui aku telah berbuat kesalahan yang cukup besar karena aku telah memberikan kepadanya milikku yang paling berharga. Hal itulah yang menjadi penyesalan pada diriku.
“Seandainya aku tak pernah melakukan hal itu mungkin perasaan ini akan terobati dengan cepat”, pikirku lagi.
Karena aku begitu mencintainya dan mempercayai semua janji-janjinya bahwa ia tidak akan pernah menduakan aku dan akan bertanggung jawab atas sesuatu yang telah diambilnya dariku maka perasaan cintaku kepadanya kutanam sedalam-dalamnya agar dapat tumbuh subur. Nasi telah menjadi bubur dan bubur tersebut tidak dapat dijadikan kembali sebagai nasi. Penyesalan pun datang kepadaku namun penyesalan itu tidak membuat keadaan kembali seperti semula.
Aku pun terlarut ke dalam permasalahan itu. Aku menjadi putus asa, tak ada tempat untuk mengadu. Semangat belajarku pun menjadi hilang bahkan aku tak pernah menyentuh sesuap nasi pun hanya segelas susu yang tetap setia menemaniku. Memberiku semangat agar tetap hidup.
Namun, aku tetap merasakan kesedihan yang luar biasa. Aku serasa ingin mengakhiri hidupku saja tetapi aku tetap mempertahankan hidupku hanya demi orang yang paling berarti di dalam hidupku yaitu ibuku. Ialah yang menjadi alasanku untuk tetap bertahan karena aku tak mau pengorbanan yang telah dilakukannya menjadi sia-sia hanya karena anaknya yang berbuat salah dan aku tak mau ia menanggung malu dihadapan keluargaku yang dulu telah menentangku untuk melanjutkan pendidikanku ke bangku kuliah dengan alasan karena ibuku sudah pasti tak mampu untuk membiayaiku hanya karena masalah yang telah kuperbuat. Dan aku pun tak pernah memberitahukan masalah yang tengah kuhadapi kepada karena kau tak ingin ia menjadi sedih dan jatuh sakit ketika mendengarnya.
Setiap hari Iyan selalu membawa Rani ke kamarnya dan hal itu membuat aku tak tahan. Tetapi para sahabatku selalu memberikanku semangat. Dengan semangat yang selalu diberikan oleh para sahabatku membuat diriku sedikit demi sedikit menjadi bangkit dari keterpurukan tersebut. Aku berusaha menahan rasa sakitku. Salah satunya dengan cara aku berpura-pura pacaran dengan sepupunya yang benci kepada Iyan karena perbuatannya kepadaku.
Malam tahun baru tepatnya pukul 00.00, di saat orang-orang tengah merayakan pesta kembang api, di saat semua orang sedang berada dalam kebahagiaan, saat aku tengah termenung di dalam kamar meratapi kesedihanku karena sejujurnya aku tak dapat menghilangkan perasaanku padanya dan saat ini merupakan saat yang tak bisa terlupakan karena pada saat ini di tahun yang lalu aku merayakan pergantian tahun dengannya, tiba-tiba ia datang ke kamarku. Semula aku tak mengizinkan ia masuk namun ia terus memaksa. Ketika itu, ia lalu meminta maaf kepadaku dan mengucapkan kata-kata yang membuat aku luluh.
“Maafkan aku, aku tak pernah merasa bahagia dengannya. Aku sadar bahwa aku hanya mencintaimu”, kata Iyan.
Itulah kata yang terucap dari bibirnya dan pada saat itu ia meminta agar hubungan kita berlanjut seperti dahulu tetapi hubungan kita itu tidak boleh diketahui oleh siapapun terutama Rani karena ia tidak mau menyakiti perasaan Rani. Aku pun maklum dengan keadaan itu karena aku tidak mau pula menyakiti perasaan Rani. Kami pun menjalin hubungan secra sembunyi-sembunyi.
    Namun bangkai walaupun disembunyikan ke dalam peti yang tertutup rapat tetap akan tercium baunya. Begitu pula hubungan kami, walaupun kami telah menyembunyikannya secara rapat tetap saja diketahui oleh Rani dan sepupu-sepupunya yang tak lain juga merupakan keluarga Iyan. Aku pun dipanggil oleh mereka untuk mencari kejelasan masalah ini. Aku pun berani menghadapi mereka karena berharap Iyan yang juga dipanggil oleh mereka akan membelaku. Namun di luar dugaanku, ketika aku jujur pada mereka bahwa aku masih mempunyai hubungan dengan dia, Iyan mengatakan bahwa aku telah berbohong.
“Untuk memperjelas masalah ini, manakah yang kau pilih diantara keduanya?”  tanya mereka.
“Aku akan memilih Rani”, kata Iyan sambil memeluk Rani.
Di situlah aku mulai terjatuh ke dalam jurang yang dalam lagi.  Ketika aku telah berusaha mendaki jurang tersebut dan telah sampai di tebing jurang tersebut ia kembali mendorongku ke dalam jurang tersebut. Aku tak tahu kepada siapa lagi harus percaya. Maka dengan harapan ia mau memilihku kembali, aku pun berkata bahwa aku pernah melakukan hubungan seperti suami istri bersama Iyan. Namun tak seperti yang kusangka, ia malah menghinaku dan mengatakan bahwa aku tak lebih dari sekedar tinja. Betapa hancurnya aku mendengar hal itu. Walaupun Rani memaksa Iyan untuk bertanggung jawab kepadaku, ia tetap tidak mau melakukan hal itu. Iyan pun segera menyuruh mereka keluar dari tempat itu yaitu kamarnya sendiri dengan alasan untuk berbicara berdua denganku.
    Pada saat kami sedang berdua tersebut ia meminta maaf atas ucapan yang telah dilontarkannya kepadaku tadi. Dan ia pula mengatakan bahwa jika aku ingin agar ia bertanggung jawab kepadaku maka aku harus meralat semua ucapanku tadi. Aku pun tertipu oleh ucapannya. Aku berani mengorbankan diriku walaupun di katakan sebagai pendusta, aku tetap melakukannya hanya demi dia.
    Kami pun tetap melanjutkan hubungan kami secara sembunyi-sembunyi dan tempat bertemu kami adalah melalui handphone, di kamar sepupuku, di rumah kakak Iyan yang memang telah mengetahui hubungan ini dan tempat-tempat lain yang tidak sampai diketahui oleh mereka. Iyan berjanji akan mencari saat yang tepat untuk memutuskannya dan mencari alasan yang tepat. Namun seperti sebelumnya, sebelum sempat ia menepati janjinya, hubungan kami diketahui oleh mereka yaitu Rani dan sepupu-sepupu mereka. Dan Rani pun ingin bertemu kepadaku. Pada saat kami bertemu, ia pun menanyakan kejelasan hubungan kami.
“Sebenarnya kau masih pacaran dengan Iyan atau tidak?” tanya Rani kepadaku.
Mengingat janji yang telah diucapkannya kepadaku dan melindungi dia agar tidak dibenci oleh sepupu-sepupu Rina yang juga adalah keluarganya dengan alasan karena telah mempermainkan keluarga mereka maka aku pun berbohong kepadanya.
“Aku tidak mempunyai hubungan apa-apa lagi dengannya dan aku mohon kalian jangan mengganguku dengan masalah-masalah seperti itu”, kataku kepadanya.
        Setelah bertemu dengan Rina, Iyan pun menemuiku dan mengatakan bahwa Rina telah memutuskannya dan inilah saatnya kita membangun hubungan kita seperti dahulu namun harus tetap tidak boleh ada yang mengetahui ini. Karena ia takut mereka mengetahui bahwa semua ini adalah rencananya. Ia pun menelepon perempuan itu dan aku membiarkannya karena mereka sudah tak mempunyai hubungan lagi. Sejujurnya aku merasa prihatin dengan keadaannya karena ketika Iyan meneleponnya dengan memakai loudspeaker kudengar suaranya begitu sedih dan juga merasa putus asa. Sama seperti halnya ketika dia mengambil Iyan dari tanganku. Namun aku berpikir bahwa hal itulah yang menjadi jalan takdirnya.
    Beberapa hari setelah kejadian itu, aku mendengar kabar bahwa Iyan meminta kepada Rani untuk menyambung hubungan mereka. Aku pun menanyakan kebenaran dari hal itu dan ia pun berkata bahwa aku harus percaya kepadanya.   
    Sepandai-pandainya hewan yang tak pernah jatuh ke dalam lubang yang sama, dirikulah hewan yang paling bodoh tersebut. Selalu tertipu dengan kata-kata manisnya. Suatu saat aku menemukan rekaman video mesra mereka di dalam handphone-nya. Pada saat itu kami sedang berada di rumah kakaknya dan ia sedang tidur. Pada saat itulah aku menemui sebuah kebohongan yang disembunyikannya. Karena merasa sakit hati melihat hal itu aku pun tak tahan lagi dan segera membangunkannya dan memperlihatkan foto tersebut. Merasa semua kebohongan yang disembunyikannya telah terungkap ia pun mengajakku pulang ke kamar dengan menggunakan sepeda motor. Jalan yang mulus tak berbatu membuat laju motor yang ia kendarainya semakin cepat. Sepanjang perjalanan aku menangis sekencang-kencangnya. Aku sudah tak perduli lagi dengan anggapan orang yang menggapku gila karena melakukan hal itu. Berulang kali ia menyuruhku untuk menghentikan tangisanku. Sampai di suatu tikungan yang sepi ia memberhentikan motor dan menyuruhku turun dari motor tersebut. Aku pun menuruti permintaannya namun aku tetap menangis walaupun ia telah menyuruhku untuk menghentikannya. Karena hal itu akhirnya sebuah tamparan mendarat keras di pipiku. Dengan tamparan itu bukan menghentikan tangisanku tetapi membuatnya semakin kencang karena seumur hidupku aku tak pernah ditampar oleh siapa pun. Melihat hal itu ia pun meminta maaf dan mengatakan bahwa ia tidak pernah lagi berhubungan dengan Rani. Video itu hanyalah video mereka sewaktu masih pacaran. Dan aku pun mempercayainya dengan pertimbangan karena Rani tidak pernah lagi datang ke kamarnya.
    Akhirnya kesadaranku mulai timbul tentang dirinya. Saat perempuan itu datang lagi ke kamarnya, aku pun mulai curiga dan berusaha mencari sendiri kebenaran yang terjadi tanpa menanyakan kepadanya. Ternyata dugaanku benar ia masih berpacaran dengan Rani. Dan Rani pun mengetahui hubunganku dengan Iyan. Ia menemuiku dan mengataiku sebagai perempuan murahan yang tak tahu malu. Ia pun hendak memukulku tetapi aku segera menghindar. Aku sebenarnya ingin membalas semua itu, namun aku berharap semoga Allah melihat semua ini dan membalasnya dengan kebaikan pada diriku. Dan aku berharap ketika Iyan melihatku diperlakukan seperti itu ia akan membelaku. Tapi ternyata semua itu tidak seperti yang kuharapkan. Ia malah memeluk perempuan itu di depanku. Aku  pun menceritakan semua yang terjadi selama ini kepada Rani. Rani kaget mendengar semua itu. Kini Iyan dihadapkan pada situasi yang sama yaitu harus memilih diantara kami berdua dan lagi-lagi kejadian itu terulang lagi dengan pilihannya yaitu Rani. Namun tiba-tiba ia memelukku dan mengatakan di depan mereka yaitu Rani dan sepupu-sepupunya bahwa ia lebih memilihku. Aku bahagia mendengar hal itu dan berpikir bahwa mungkin inilah balasan atas semua kesabaranku.
    Namun tidak secepat itu untuk diriku merasakan kebahagian. Ternyata setelah memelukku itu dan mengantarkan aku pulang, ia kemudian kembali datang memeluk Rani dan aku tak tahu apa yang dikatakan sehingga Rani mau saja dipeluknya setelah diperlakukan seperti itu. Mendengar hal itu aku pun menanyakan kepada Iyan.
“Apa maksudmu sebenarnya? Setelah kau memelukku, kau lalu memeluk Rani”, sahutku.
“Kau harus percaya kepadaku dan aku melakukan semua itu hanya untuk sebuah perpisahan. Tanpa ada maksud lain. Aku sayang kepadamu dan aku berjanji tak akan pernah menyia-nyiakanmu.
    Aku pun memaafkannya kembali. Namun belajar dari kesalahanku sebelumnya aku tidak pernah memberi kepercayaanku kepadanya. Akibatnya aku menjadi seorang wanita yang posesive alias cewek pencemburu. Dan tentunya sifat ini begitu menyiksaku.
 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar