Senin, 12 Desember 2011

CONTOH PROBLEMA DALAM BELAJAR BAHASA

Menurut Lovit (1989) mengemukakan ada berbagai penyebab terjadinya problema dalam belajar bahasa yaitu sebagai berikut.
1.    Kekurangan kognitif
Ada tujuh jenis kekurangan kognitif adalah:
a.    Kesulitan memahami dan membedakan makna bunyi wicara
Anak kesulitan dalam memahami dan membedakan makna bunyi wicara menyebabkan anak kesulitan untuk merangkai fonem, segmentasi bunyi, membedakan nada, mengatur kenyaringan, dan mengatur durasi bunyi.
Contoh:
    Untuk anak yang memiliki orang tua yang berasal dari daerah Sulawesi Selatan biasanya menyebut kata pecah menjadi picca. Karena anak begitu mudah menyerap sesuatu yang berada di lingkungan sekitarnya terutama orang tua mereka maka pada akhirnya mereka pun mengikuti kebiasaan orang tuanya yang melafalkan kata pecah menjadi picca. Dalam hal ini si anak merasa kesulitan untuk merangkai fonem yang digunakannya. Si anak merasa kesulitan dalam merangkai kata pecah.
    Ada pula anak yang menyebut kata berpelukan dengan huruf e yang tebal (ε). Karena kebiasaan dari tempat tinggalnya yang sering menggunakan huruf e ini maka si anak merasa kesulitan dalam membedakan nada ketika meyebut huruf e pada kata berpelukan.
    Anak yang berasal dari daerah Jawa biasanya selalu berbicara dengan lemah lembut. Suatu ketika ia bertemu dengan anak lain yang berasal dari daerah pantai atau dekat dengan laut biasanya memiliki suara yang keras ketika berbicara. Maka pada saat si anak yang berasal dari daerah pantai bertanya pada anak yang berasal dari Jawa dengan intonasi yang keras “Apa yang kamu perbuat di sini?” Namun, karena kurangnya kemampuan memahami dan membedakan makna bunyi bicara maka si anak dari daerah Jawa menyalahartikan maksud dari perkataan si anak yang berasal dari daerah pantai padahal si anak ini hanya bermaksud untuk bertanya kepada ia. 
b.    Kesulitan membentuk konsep dan mengembangkannya ke dalam unit-unit semantik
Anak kesulitan dalam membentuk konsep dan mengembangkannya ke dalam unit-unit semantik sehingga banyak di antara anak-anak kesulitan belajar yang memiliki problema dengan kekeluargaan kata.
Contoh:
    Pada kata sembahyang. Anak tersebut bermaksud menggunakan kata sembahyang pada cara beribadah bagi umat Nasrani tetapi karena si anak hanya memiliki skemata tentang kata sholat maka ia menyebut cara beribadah agama Nasrani tersebut dengan sebutan sholat.
    Pada kata mentraktir. Walaupun kata mentraktir mempunyai arti yang sama dengan kata membelikan tetapi ketika si anak memakai kata itu untuk mengatakan “Ibu mentraktir baju untuk anaknya.” Tentu kalimat tersebut sangat salah walaupun kata traktir mempunyai arti yang hampir sama dengan membelikan.
    Pada kata memandang dengan kata mengintip. Ketika si anak menggunakan kata mengintip pada konstruksi ini yaitu “Kakak mengintip wajah ibu dengan seksama.” Walaupun kata mengintip mempunyai arti yang sama dengan kata memandang tetapi kata mengintip tidak dapat digunakan pada kalimat tersebut.
c.    Kesulitan mengklasifikasi kata
Anak kesulitan mengklasifikasikan data maksudnya yaitu anak mengalami kesulitan dalam mengelompokkan kata-kata.
Contoh
    Dalam skematanya ketika ia mengelompokkan kata mobil, sepeda, motor, dan pesawat yang seharusnya ia mengelompokkan ke dalam kelompok benda yang memiliki roda, tetapi si anak malah mengelompokkannya ke dalam kelompok benda yang memilki roda.
    Si anak mengelompokkan kata capung, burung elang, ayam, dan kupu-kupu ke dalam kelompok  yang dapat terbang yang seharusnya dikelompokkan dalam golongan hewan.
    Kata mangga, pepaya, kacang panjang, dan paprika si anak mengelompokkannya ke dalam golongan buah-buahan yang seharusnya merupakan kelompok tumbuh-tumbuhan.

d.    Kesulitan dalam relasi semantik
Anak mengalami kesulitan dalam relasi semantik menyebabkan anak kesulitan untuk menemukan dan menetapkan kata yang ada hubungannya dengan kata lain.
Contoh
    Pada kata belajar, nonton, dan tidur si anak akan mengalami kesulitan dalam menetapkan hubungan antara kata-kata tersebut dalam menyusun kalimat yang terkait dengan urutan waktu.
    Kata mandi, sarapan, dan pergi ke kampus, si anak pula akan merasa kesulitan dalam menetapkan hubungan antara kata-kata tersebut dalam menyusun kalimat yang terkait dengan urutan waktu.
    Pada saat si anak ditugaskan oleh gurunya untuk membuat karangan mengenai kebersihan dengan menentukan kata-kata yang akan digunakannya untuk mengarang yaitu  sapu, sehat, bersih, penyakit, dan rajin. Si anak akan kesulitan dalam membuat karangan tersebut karena ia kesulitan dalam menghubungkan kata-kata untuk digunakannya dalam satu karangan.
e.    Kesulitan dalam memahami sistem semantik
Anak kesulitan dalam memahami sistem semantik mengakibatkan anak kesulitan belajar dalam bercerita dan penjelasan mereka sering tidak tersusun secara teratur baik dan benar.
Contoh
    Anak yang pendiam atau memiliki tabiat pemalu biasanya berbicara tidak teratur, kosa kata yang mereka pakai kurang baik.
    Anak yang memiliki kognitif yang rendah biasanya ketika berbicara di depan umum maka cara berbicaranya terbata-bata atau bahkan tersendat-sendat karena tidak tahu apa yang harus disampaikannya.
    Si anak ketika sedang menyelesaikan tugas mengarang, menggunakan kosa kata yang kurang baik karena memiliki kognitif yang rendah.
f.    Transformasi semantik
Anak memiliki kesulitan dalam transformasi semantik mengakibatkan anak kesulitan dalam menggunakan kata yang memiliki makna yang banyak.
Contoh
    Anak kesulitan memaknai kata bisa yang memiliki makna dapat atau racun ular.
    Anak kesulitan dalam memaknai kata memerah  yang memiliki makna menjadi warna merah dan memeras susu sapi.
    Anak kesulitan dalam memaknai kata tahu yang memiliki makna mengetahui dan nama makanan.
g.    Implikasi semantik
Anak kesulitan dalam implikasi semantik mengakibatkan anak kesulitan dalam untuk memahami humor.
Contoh
    Ketika seorang teman si anak memplesetkan kata kapal menjadi kapan maka si anak tidak mengerti dengan maksud ucapan temannya. Hal ini disebabkan karena si anak mengalami problema dalam menangkap informasi yang diimplikasikan.
    Bagus sekali tulisanmu, seperti cakaran ayam. Ketika si anak mendengar hal itu, ia tidak mengerti maksud dari perkataan tersebut karena menurutnya bahwa walaupun dikatakan bagus tulisannya namun cakaran ayam itu sangat jelek. Oleh karena si anak mengalami problema dalam implikasi semantik sehingga ia tidak mengerti maksud ucapan tersebut.
    Cepat sekali kamu bangun, sudah jam 10 pagi. Si anak merasa tidak mengerti dengan ucapan tersebut. Hal ini disebabkan karena kalimat itu tidak sesuai, apakah kalimat tersebut adalah pujian atau sindiran. Karena mengalami masalah dalam implikasi semantik sehingga ia tidak mengerti dengan maksud ucapan tersebut.
2.    Kekurangan dalam memori
Contoh
    Ketika ia mendengar kata-kata baru yang tidak pernah si anak dengar maka si anak sering lupa pada kata tersebut. Misalnya pada kata press yang artinya tekan.
    Pada saat si anak mendengar kata renovasi yang baru didengarnya maka kata-kata tersebut tidak mampu diulangnya lagi ketika ia menggunakan dalam kalimat lain.
    Seorang anak ditugaskan oleh gurunya untuk membuat karangan. Dalam karangan tersebut si anak menggunakan bahasa yang tidak baku dalam hal ini bahasa yang digunakannya merupakan bahasa yang sering digunakannya dalam keseharian. Ia tidak mampu mengingat kembali kata-kata yang baku yang ingin digunakannya walaupun ia sering mendengar kata-kata tersebut. Si anak kekurangan memori dalam mengingat kata-kata tersebut.
3.    Kekurangan kemampuan menilai
Contoh
    Diorang sering pergi ke Bali.
Secara semantik kata kalimat ini merupakan kalimat yang salah karena dalam bahasa Indonesia tidak terdapat kata diorang. Terjadinya kesalahan semantik ini karena si anak kekurangan kemampuan dalam mengvaluasi bahasa yang digunakannya.
    Kasih tahukan mereka kalau tidak ada orang yang datang.
Kalimat tersebut kurang tepat jika dilihat dari sisi semantik karena kata kasih tahukan makna sebenarnya adalah memberi. Jadi kalimat ini kurang efektif. Terjadinya kesalahan penggunaan bahasa ini karena ia memiliki kekurangan kemampuan dalam menilai pada sebuah bahasa yang digunakannya.
    Ia membuat kue buat ibunya.
Kalimat ini tidak tepat, hal ini terlihat dengan adanya kesalahan penggunaan kata tugas pada kata buat yang seharusnya adalah kata untuk. Terjadinya kesalahan ini karena si anak kekurangan kemampuan dalam menilai penggunaan bahasanya.






4.    Kekurangan kemampuan memproduksi bahasa
Contoh
    Pada saat berdiskusi si anak tidak mampu mengungkapkan gagasannya walaupun gagasannya itu telah ada dalam benaknya.
    Pada saat si anak ditanya oleh seseorang, namun karena anak itu kurang berkomunikasi dengan orang lain maka walaupun seharusnya ia mampu menjawab pertanyaan itu tapi ia tidak menjawabnya karena adanya perasaan gugup.
    Pada saat si anak diberi tugas oleh gurunya untuk mengarang bebas. Walaupun si anak dapat memenuhi tugas tersebut namun hasilnya tidak maksimal yaitu karangannya hanya sedikit. Walaupun si anak mempunyai banyak hal yang ingin dituangkan lewat karangan tersebut namun si anak tidak mampu mengungkapkan pikirannya lewat kata-kata.
5.    Kekurangan pragmatik
Contoh
    Kamarmu kotor sekali. Mendengar kalimat ini si anak tidak menunjukkan respon. Si anak hanya menjawab bahwa sudah lama ia tidak membersihkannya. Hal ini terjadi karena si anak kekurangan pragmatik, ia tidak memberikan reaksi ketika mendengarnya. Si anak tidak memahami makna pragmatik dari ucapan tersebut sehingga si anak tidak mampu merespon maksud dari ucapan tersebut
    Ketika seseorang mengucapkan kata tutup kepada temannya yang yang berada di dekat pintu, maka orang tersebut tidak memahami maksud dari ucapannya yang seharusnya adalah menutup pintu. Si anak kekurangan kekurangan pragmatik, ia tidak mampu memahami makna pragmatik dari ucapan tersebut sehingga iahanya menoleh ke arah pintu ketika mendengar ucapan tersebut.
    Rambutmu sudah panjang. Ketika mendengar ucapan tersebut si anak hanya mengatakan bahwa ia sengaja merawat rambutnya hingga panjang. Padahal maksud dari kalimat tersebut agar si anak mencukur rambutnya yang telah panjang namun karena kekurangan pragmatik sehingga sehingga ia kurang memahami makna pragmatik dari kalimat tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar