Senin, 12 Desember 2011

PENGGUNAAN AFIKS DALAM BAHASA KORAN

BAB I
PENDAHULUAN
1.1    Latar Belakang
Peningkatan mutu penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar di segala bidang, tampaknya merupakan masalah yang meminta perhatian, mengingat di satu pihak bahasa Indonesia sebagai alat komunikasi dan di pihak lain bahasa Indonesia mempunyai kedudukan dan fungsi sebagai bahasa nasional dan bahasa negara.
Memperhatikan peran dan kedudukan bahasa Indonesia sebagaimana tersebut di atas, maka seyogyanyalah bahasa Indonesia perlu dibina dan dikembangkan. Kerangka pembinaan dan pengembangan ini sesungguhnya diarahkan pada penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Pembinaan bahasa Indonesia yang baik dan benar mencakup bahasa lisan dan bahasa tulisan. Mengingat ruang lingkup kedua jenis bahasa tersebut sangat luas, maka penelitian ini cenderung diarahkan pada bahasa tulisan ragam jurnalistik.
Jurnalistik yang merupakan salah satu perwujudan bentuk komunikasi yang menggunakan sarana bahasa tulis, diharapkan dapat menggunakan bahasa yang efektif, bahasa yang baik dan benar. Hal ini sesuai dengan pendapat Anwar (1994:1) bahwa
“Bahasa pers atau bahasa jurnalistik adalah salah satu ragam bahasa jurnalistik yang mempunyai sifat-sifat khas yaitu singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, lugas, dan menarik. Namun, jangan dilupakan bahwa bahasa jurnalistik harus didasarkan pada bahasa baku.”

Namun kenyataannya para ahli bahasa pada umumnya masih diperkirakan bahwa penggunaan bahasa Indonesia dalam ragam bahasa jurnalistik perlu ditingkatkan penggunaannya sesuai dengan kaidah yang berlaku. Berbicara tentang jurnalistik sudah barang tentu tidak dapat dilepaskan dari saluran-salurannya. Hall (1971:47) mengatakan, ada dua bentuk jurnalistik yaitu jurnalistik cetak dan jurnalistik siaran.
Diantara bentuk jurnalistik yang disebutkan di atas, penulis hanya menitikberatkan pada jurnalistik cetak yaitu koran. Koran sebagai salah satu bentuk saluran media masa, dituntut untuk memenuhi kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar. Salah satu kaidah yang perlu diperhatikan adalah penggunaan afiks. Hal ini disebabkan bahwa afiks itu sendiri merupakan salah satu aspek kebahasaan yang secara potensial sangat membantu kejelasan pengungkapan gagasan.
Kenyataan yang ada, bahwa “Kendari Ekspress” sebagai salah satu media cetak harian yang terpopuler, terlengkap, dan banyak diminati oleh masyarakat pembaca. Namun, sangat disayangkan ada salah satu aspek yang mungkin luput dari perhatian pihak editor yaitu penggunaan aspek-aspek kebahasaan yang tidak tepat yang kadangkala kesalahan itu sangat prinsipil sifatnya. Padahal koran sebagai salah satu sarana komunikasi masa sangat besar pengaruhnya dalam pembinaan bahasa Indonesia saat ini sedang mencari jati diri di tengah derasnya pengaruh globalisasi asing dan belum mencapai kedudukan yang mantap benar dalam pemakaiannya. Apabila bahasa koran adalah bahasa yang baik dan terpelihara, tentulah pengaruhnya terhadap masyarakat pembaca pun pasti baik. Namun, bila bahasa yang digunakan oleh koran khususnya “Kendari Ekspres” adalah bahasa yang tidak terpelihara, kacau balau, baik pengembangan dan pembinaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Berdasarkan hal tersebut maka yang perlu diubah pertama kali adalah sifat kita terhadap bahasa Indonesia. Kita harus mempunyai sifat yang positif serta jangan menganggapnya remeh. Sikap yang tidak mau memperdalam pemahaman dan pengetahuan terhadap bahasa Indonesia sebaiknya dihilangkan, karena adanya sifat negatif inilah sehingga tidak mengherankan jika sekarang banyak ditemukan kesalahan penggunaan aspek-aspek kebahasan dalam berbagai tulisan khususnya media cetak harian “Kendari Ekspres” dalam hal ejaan, diksi atau plihan kata, struktur, dan lain-lain.
Penelitian ini lebih diarahkan pada penggunaan afiks bahasa Indonesia, artikel tajuk mengingat artikel tajuk merupakan tulisan atau karya tulis lengkap yang bersifat ilmiah yang dimuat di majalah atau koran dan tulisan tajuk merupakan tulisan atau karya tulis yang yang benar-benar berasal dari redaksi sehingga secara potensial dapat mewakili secara umum penggunaan aspek-aspek kebahasaan yang ada dalam harian “Kendari Ekspres”. Artikel tajuk yang dianalisis yaitu satu bulan edisi, yaitu edisi Juni 2011, mengingat penelitian ini dilaksanakan dalam bulan Juni 2011, maka edisi tersebut merupakan berita-berita yang teraktual yang terjadi dalam masyarakat, dibanding edisi bulan-bulan sebelumnya.
Mengapa penggunaan afiks perlu mendapat perhatian yang serius dibanding aspek-aspek kebahasaan yang lain? Hal ini disebabkan bahwa sepintas pengamatan penulis masih terdapat penggunaan afiks yang tidak tepat dalam koran “Kendari Ekspres” . Berikut ini adalah salah satu bentuk kesalahan yang juga banyak ditemukan dalam harian “Kendari Ekspres”.
“Untuk memajukan pertumbuhan ekonomi bangsa, maka kita perlu merubah paradigma bangsa kita.”
Melihat kutipan di atas maka muncul pertanyaan buat kita bahwa apakah tepat penggunaan kata merubah pada konstruksi tersebut. Tentu jika ditelusuri dari segi morfologinya penggunaan afiks pada kata tersebut tidak tepat. Bentuk afiks yang tepat pada kata tersebut seharusnya adalah mengubah.
Kenyataan menunjukkan kepada kita bahwa betapa pentingnya penggunaan afiks dalam membantu kejelasan dalam suatu kalimat. Kecermatan penggunaan afiks dalam sebuah tulisan akan sangat membantu dalam mengungkapkan gagasan atau pikiran secara jelas. Kejelasan gagasan dalam sebuah tulisan akan memudahkan pembaca memahami sebuah tulisan.
Bertolak dari kenyataan di atas, penulis menganggap penting untuk meneliti penggunaan afiks. Pentingnya penelitian ini, karena afiks mempengaruhi makna dari sebuah kata.
Memperhatikan secara seksama akan pentingnya penggunaan afiks maka penelitian ini diarahkan pada penyimpangan penggunaan afiks bahasa Indonesia dalam artikel tajuk koran “Kendari Ekspres”.
1.2    Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapatlah dirumuskan masalah dalam penelitian ini yaitu Bagaimanakah bentuk-bentuk penyimpangan penggunaan afiks bahasa Indonesia dalam artikel tajuk koran harian “Kendari Ekspres” edisi Juni 2011?
1.3    Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan bentuk-bentuk penyimpangan penggunaan afiks bahasa Indonesia dalam artikel tajuk koran harian Kendari Ekspres edisi Juni 2011.
1.4    Manfaat
Setelah diketahui masalah dan tujuan dari penelitian ini, diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1.    Untuk memberikan sumbangan pemikiran atau informasi kepada media masa atau jurnalis dalam hal ini koran harian “Kendari Ekspres” edisi Juni 2011.
2.    Sebagai upaya untuk membantu usaha dalam pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
3.    Sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran agar mengembangkan pengetahuan dan pemahaman tentang pentingnya afiks yang dapat membantu kejelasan pengungkapan gagasan dalam sebuah tulisan.
4.    Sebagai salah satu sumber informasi bagi pembaca dan peneliti selanjutnya dalam bentuk distribusi afiks.
5.    Meningkatkan kesadaran para jurnalis untuk dapat menggunakan afiks secara tepat dalam konteks kalimat karena afiks merupakan salah satu aspek kebahasaan yang secara potensial dapat membantu kejelasan pengungkapan gagasan dalam sebuah tulisan.
1.5    Ruang Lingkup
Seperti telah dikemukakan pada bagian masalah dan tujuan penelitian di atas, bahwa penelitian ini akan diarahkan pada penyimpangan penggunaan afiks. Oleh karena itu, maka penelitian ini difokuskan pada seluruh  dalam afiks.
1.6    Batasan Operasional
Untuk memudahkan pemahaman istilah dalam penelitian ini, berikut ini dipaparkan beberapa pengertian istilah sebagai berikut.
1.    Penggunaan yaitu proses pembuatan, cara menggunakan sesuatu, pemakaian terhadap sesuatu pada sebuah fenomena yang ada.
2.    Afiks adalah suatu satuan gramatik terikat yang di dalam suatu kata merupakan unsur yang bukan kata atau bukan pokok kata baru.
3.    Koran harian Kendari Ekspres yaitu koran harian yang terbit di Kota Kendari.


BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Penelitian ini menggunakan sejumlah teori yang dianggap relevan dengan objek penelitian. Kerangka teori yang dimaksud akan diterangkan dan dibahas pada sub-sub topik berikut.
2.1    Morfologi
Defenisi morfologi telah banyak dikemukakan oleh para ahli. Namun demikian, apabila kita perhatikan defnisi yang telah mereka kemukakan tidak bertentangan satu sama lain.
Menurut Badudu (1982:66) morfologi adalah ilmu bahasa yang membicarakan atau mempelajari seluk beluk bentu kata dan pengaruh bentuk kata terhadap golongan dan arti kata, atau dengan kata lain dapat dikatakan, bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik.
Hal ini sejalan dengan pendapat Yasin (1987:20) bahwa morfologi adalah ilmu yang mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan bentuk atau struktur kata dengan pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap jenis kata dan makna kata.
Meskipun terdapat berbagai pandangan mengenai morfologi, tetapi dapat disimpulkan bahwa cakupan morfologi adalah morfem dan kata.
2.1.1    Morfem
Kridalaksana (1986:128) menyebutkan bahwa morfem adalah satuan bahasa terkecil yang maknanya secara relatif stabil dan yang tidak dibagi atas bagian bermakna yang lebih kecil. Misalnya ter-, di-, pensil dan sebagainya adalah morfem.
Pendapat lain dikemukakan oleh Ramlan (1987:22) mengemukakan morfem adalah bentuk yang paling kecil, bentuk yang tidak mempunyai bentuk lain sebagai unsurnya.
2.1.2    Kata 
Menurut Keraf (1987:57) mengatakan bahwa kata adalah kesatuan-kesatuan terkecil yang diperoleh sesudah sebuah kalimat dibagi atas bagian-bagiannya dan mengandung suatu ide.
Ali (1991:451) mengatakan bahwa kata adalah morfem atau kombinasi morfem yang oleh dianggap sebagai satuan terkecil yang dapat diujarkan sebagai bentuk bebas. Hal ini sejalan dengan pendapat Ramlan (1990:70) mengatakan bahwa kata adalah satuan bahasa terkecil, bebas, dan bermakna.
2.2    Afiksasi sebagai Proses Morfologis
Proses morfologi adalah cara pembentukan kata dengan menghubungkan morfem yang satu dengan morfem yang lain (Samsuri, 1987:190). Selain itu Alwi, dkk. (1991:31) mengemukakan pula bahwa proses morfologis adalah sebuah perubahan bentuk yang diisyaratkan oleh jenis fonem atau morfem yang digabungkan.
Afiksasi merupakan salah satu proses morfologi. Afiksasi pada prinsipnya merupakan proses pembentukan atau proses morfologis yang dilakukan dengan cara menggabungkan kata atau pokok kata dengan afiks. Proses afiksasi merupakan salah satu proses yang paling umum dalam bahasa. Proses afiksasi terjadi apabila sebuah morfem terikat dibubuhkan atau dilekatkan pada sebuah morfem bebas secara berurutan lurus (Parera, 1990:18). Kridalaksana (1996:28) menyatakan bahwa afiksasi meupakan proses yang mengubah leksem menjadi kata kompleks. Dalam proses ini leksem akan berubah bentuk menjadi kategori tertentu sehingga berstatus kata dan sedikit berubah maknanya. Menurut Ramlan (1987:47) proses pembubuhan afiks adalah pembubuhan afiks pada suatu satuan, untuk membentuk kata. Misalnya, membubuhkan afiks ter- pada kata pandai menjadi terpandai, pada kata jauh menjadi terjauh. Pembubuhan afiks meN- pada kata buat menjadi membuat, pada kata lapor menjadi melapor. 
2.3    Afiks
Afiks adalah morfem yang harus dilekatkan pada morfem yang lain untuk membentuk kata yang berfungsi dalam ujaran (Pateda, 1998:77). Sedangkan Cahyono (1995:110) menyatakan bahwa afiks adalah bentuk terikat yang bila ditambahkan pada bentuk lain akan merubah makna gramatikal.
Ramlan (1990:37) menyatakan bahwa afiks adalah satuan gramatik yang dalam suatu kata merupakan suatu unsur yang bukan kata dan bukan pokok kata yang mempunyai kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain untuk membentuk kata atau pokok kata baru. Hal ini sejalan dengan pendapat Muchlis (1990:37) menyatakan bahwa afiks adalah bentuk kebahaan terikat yang hanya mempunyai arti yang gramatikal, yang merupakan unsur langsung suatu kata, tetapi bukan suatu bentuk dasar yang mempunyai kesanggupan untuk membentuk kata baru.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, penulis menyimpulkan bahwa afiks adalah morfem terikat yang mempunyai makna gramatikal dan mempunyai kesanggupan melekat pada satuan-satuan lain sehingga terbentuk kata atau kata kompleks. 
2.4    Pembagian Afiks
Pateda (1998:70) menyatakan bahwa afiks itu banyak jenisnya, meskipun afiks dapat dibagi berdasarkan (a) posisisnya, (b) kemampuan melekatnya, dan (c) asalnya.
2.4.1    Afiks Dilihat dari Segi Posisinya
Dilihat dari segi posisinya, afiks dapat dibedakan atas:
a.    Prefiks yaitu afiks yang melekat di depan sebuah morfem dasar untuk membentuk kata yang berfungsi dalam ujaran. Misalnya me-, ber-, per-, dan sebagainya.
b.    Infiks yaitu afiks yang melekat di tengah sebuah morfem dasar untuk membentuk kata yang berfungsi dalam ujaran. Misalnya-el-, -em-, dan -er-.
c.    Sufiks yaitu afiks yang melekat di akhir sebuah morfem dasar untuk membentuk kata yang berfungsi dalam ujaran. Misalnya –kan, -i, dan –an.
d.    Konfiks adalah afiks yang harus dilekatkan serempak pada sebuah morfem dasar untuk membentuk kata yang berfungsi dalam ujaran. Misalnya ke-…-an dalam kehujanan.
e.    Gabungan afiks adalah afiks yang terdiri dari dua atau lebih afiks yang tidak perlu melekat secara serempak untuk membentuk kata yang berfungsi dalam ujaran. Misalnya mem-per pada kata indah menjadi memperindah.
Selain jenis-jenis afiks ini, Kridalaksana (1984:30) menyatakan masih ada afiks lain bila ditinjau dari segi posisinya yaitu sebagai berikut.
1.    Simulfiks adalah kombinasi afiks yang memanifestasikan dengan ciri-ciri segmental yang dileburkan pada bentuk dasar. Dalam bahasa Indonesia simulfiks dimanifestasikan dengan nasalisasi dari fonem pertama suatu bentuk dasar dan fungsinya ialah menverbalkan nomina, adjektiva atau kelas kata lain, penggunaan bentuk-bentuk tersebut hanya kita dapatkan dalam bahasa tidak baku.
Contoh:
Dari kata dasar kopi menjadi ngopi.
Dari kata kebut menjadi ngebut.
2.    Superfiks atau suprafiks adalah afiks yang memanifestasikan dengan ciri-ciri suprasegmental atau afiks yang berhubungan dengan morfem suprasegmental. Afiks ini tidak terdapat dalam bahasa Indonesia.
2.4.2    Afiks Dilihat dari Segi Asalnya
Ditinjau dari segi asalnya, afiks dapat dibedakan menjadi afiks asli dan afiks asing atau afik bahasa asing (Pateda, 1988:71).
1.    Afiks asli yaitu afiks yang berasal dari bahasa penutur. Misalnya dalam bahasa Indonesia me-, ter-, -kan.
2.    Afiks asing atau afiks yang belum mampu keluar dari bahasa aslinya yaitu bahasa Arab (Pateda, 1988:71).
Di samping itu beliau juga menyinggung afiks serapan yaitu afiks yang berasal dari bahasa lain (yang bukan bahasa penutur) tetapi afiks tersebut mampu keluar dari lingkungan di mana afiks itu berasal.
Pernyataan di atas sejalan dengan pendapat Ramlan (1987:66) mengemukakan sebagai berikut:
Selain –in seperti muslimin dan –at seperti muslimat yang merupakan afiks bahasa aslinya adalah bahasa Arab, tidak atau belum dapat digolongkan sebagai afik dalam bahasa Indonesia, meskipun di samping muslimin dan muslimat terdapat kata muslim oleh karena afiks-afiks tersebut belum dianggap melekat pada satuan lain yang tidak berasal dari bahasa Aslinya yaitu bahasa Arab.

Selanjutnya ditegaskan pula bahwa afiks itu berasal dari bahasa asing atau berasal dari bahasa sendiri itu tidak penting. Yang terpenting adalah soal produktivitas afiks-afiks tersebut (Ramlan, 1987:61).
2.4.3    Afiks Dilihat dari Segi Produktivitasnya
Ditinjau dari segi melekatnya, afiks dibagi menjadi:
1.    Afiks produktif yaitu afiks yang mempunyai kemampuan besar untuk dilekatkan pada macam-macam morfem lain untuk membentuk kata yang berfungsi dalam ujaran. Misalnya me-, di-,-an.
2.     Afiks improduktif yaitu afiks yang mempunyai kemampuan atau kesanggupan untuk dilekatkan pada morfem lain. Misalnya –el-,-em- (Pateda, 1988:70).
Ramlan (1987:61) membagi afiks berdasarkan produktifitasnya dan membedakannya dua golongan yaitu afiks yang produktifitas yaitu afiks yang mempunyai kesanggupan yang besar untuk melekat pada kata-kata atau morfem-morfem seperti ternyata dari distribusinya terbatas pada beberapa kata yang tidak lagi membentuk kata-kata baru.
2.5    Fungsi Afiks
Sebuah afiks dikatakan berfungsi gramatikal kalau bentuk dasarnya berbeda dengan jenis bentukan yang baru. Misalnya kata makan berbeda dengan jenisnya makanan tergolong jenis kata benda. Perubahan jenis kata kerja menjadi kata benda merupakan salah satu fungsi gramatikal afiks –an atau dengan kata lain, salah satu fungsi afiks –an adalah bentuk kata benda.
Fungsi semantik adalah fungsi yang berhubungan dengan makna kata. Makna kata sepeda berbeda dengan makna kata bersepeda. Kata bersepeda bermakna atau mempunyai sepeda. Jadi, fungsi semantik yang dikandung afiks ber- antara lain mempunyai atau menggunakan. 
Fungsi afiks membentuk kata infleksional dan derivasional. Infleksional yaitu semua perubahan  afiks yang mempertahankan identitas kata. Hal ini terdapat dalam kata membaca yang dibentuk dari prefiks mem- dan baca (verba) dalam proses ini tidak terjadi perubahan kelas kata (masih verba). Derivasional yaitu semua perubahan yang melampaui semua perubahan identitas atau dengan kata lain setiap perubahan yang terjadi maka akan berpindah kelas kata (berderivasi). Hal ini terlihat pada bentukan kata pekerjaan yang dibentuk dari morfem pe-an dengan kata dasar kerja. Verba dasar kerja berubah menjadi kelas kata nomina pekerjaan (Verhaar, 1986:62).

2.6    Ciri-Ciri Afiks
Pada umumnya selalu dikacaukan dengan unsur-unsur terikat lainnya seperti partikel dan klitik. Hal ini bisa saja terjadi karena bila ditinjau dari segi posisinya memang sulit dibedakan. Oleh karena itu, berikut dikemukakan beberapa rumusan yang membedakan afiks dengan unsur-unsur lainnya.
Goris Keraf (1987:92) membedakan rumusan perbedaan partikel dengan afiks sebagai berikut.
1.    Partikel tidak memindahkan jenis kata (kelas kata) yang diikutinya, sebaliknya sufiks (juga semua afiks) memindahkan semua kelas kata dari kata yang diikutinya.
2.    Kata-kata yang diikuti oleh sebuah partikel biasanya bermacam-macam jenis kata sebaliknya sufiks (juga semua afiks) mengelompokkan bermacam-macam jenis itu menjadi satu jenis kata yang sama.
3.    Bidang gerak partikel adalah sintaksis termasuk frase dan klausa sedangkan sufiks (juga semua afiks) bergerak dalam bidang morfologi.
Sedangkan ciri-ciri yang membedakan antara afiks dan klitik adalah sebagai berikut:
1.    Klitik dari segi makna, mempunyai makna leksikal; sedangkan afiks mempunyai makna grmamatikal.
2.    Klitik dari segi fungsi tidak dapat tidak mengubah jenis kata atau kelas kata, sedangkan afiks dapat mengubah makna dan kelas kata.
3.    Klitik secara gramatikal mempunyai sifat bebas (tidak terikat) sedangkan afiks mempunyai siat terikat (Yasin, 1988:51).
2.7    Corak Bahasa Indonesia Ragam Jurnalistik
Dalam penggunaan bahasa Indonesia dikenal sebagai ragam bahasa. Salah satu ragam bahasa itu adalah ragam bahasa jurnalitik. Istilash jurnalistik itu sendiri menurut Adinegoro (dalam Meinanda, 1981:39) adalah semacam kepandaian mengarang yang pokoknya untuk memberikan perkabaran kepada masyarakat dengan selekas-lekasnya agar tersiar seluas-luasnya.
Pandangan di atas menunjukkan bahwa jurnalistik merupakan perwujudan bentuk komunikasi karena menyampaikan berbagai pesan dan informasi kepada masyarakat. Sebagai bentuk komunikasi ada empat fungsi yang diembannya. Keempat fungsi itu adalah, (1)  penyajian informasi, (2) pendidik, (3) penghibur, dan (4) pelaksana kontrol sosial (Patmono, 1983:2) mengemukakan,
Yang dimaksud dengan bahasa jurnalistik adalah bahasa komunikasi masa yang dipergunakan dalam majalah, surat kabar, televisi atau radio. Bahasa jurnalistik tidak berbeda dengan bahasa tulisan pada umumnya, kecuali beberapa kekhususan yang dimilikinya. Di sisi lain, struktur atau sesuatu tata bahasa jurnalistik tidak berbeda dari tulisan yang baku, serta tidak boleh menyimpang dari kaidah bahasa Indonesia.

Bagi wartawan atau penulis, bahasa merupakan alat untuk mengungkapkan pikiran, gagasan, dan perasaan. Karena itu, ia dituntut harus mampu menggunakan  bahasa dengan baik dan benar agar maksud yang disampaikan menjadi jelas dan dipahami secara tepat oleh pembaca.
Dalam kaitan ini, Anwar (1984:1-8) mengemukakan bahwa ciri bahasa jurnalistik bahasa Indonesia sebagai berikut ini.
1.    Bahasa jurnalistik memiliki sifat-sifat khas yaitu singkat, padat, sederhana, lancar, jelas, lugas, dan menarik.
2.    Bahasa jurnalistik haruslah jelas dan mudah dibaca oleh mereka dengan ukuran intelek yang minimal sehingga sebagian besar masyarakat yang melek harus dapat menikmati isinya.
3.    Bahasa jurnalistik harus didasarkan pada bahasa baku.
4.    Pentingnya masalah baku dalam bahasa jurnalistik karena fungsi yang dijalankannya ada empat macam yaitu sebagai berikut, (a) fungsi pemersatu, (b) fungsi penanda kepribadian, (c) funsi penambah wibawa, dan (d) fungsi sebagai kerangka acuan.
5.    Bahasa jurnalistik harus mengindahkan kaidah-kaidah tata bahasa.
6.    Bahasa jurnalistik memperhatikan ejaan yang benar.
7.    Pada bahasa jurnalistik kata merupakan alat para wartawan, dan mereka tidak dapat bekerja jika tidak mempunyai sejumlah kata yang cukup. Untuk itu, harus diperoleh suatu penguasaan baik kosakata maupun ungkapan-ungkapan.
Penggunaan afiks ini diungkapkan pula oleh Patmono (1993:71-89) yang mengemukakan bahwa afiks adalah salah satu aspek yang harus diperhatikan dalam ketentuan bahasa jurnalistik. Dengan demikian, tampak pada kita bahwa penggunaan afiks dalam karya jurnalistik perlu mendapat perhatian. Hal ini disebabkan oleh layak tidaknya suatu laporan atau berita bergantung pada penggunaan bahasa secara baik dan benar.

BAB III
METODE DAN TEKNIK PENELITIAN
3.1    Jenis dan Metode Penelitian
Penelitian ini tergolong penelitian kepustakaan karena semua kegiatan dalam mencari, mengumpulkan, dan mendapatkan data-data yang diperlukan, semuanya dilakukan dengan cara menelaah teks atau wacana yang telah ada yaitu artikel tajuk dalam koran “Kendari Ekspres”.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analisis yaitu dengan cara mengumpulkan data, mengidentifikasi, dan mengklarifikasi data, serta mengevaluasi data kesalahan dengan cara menjelaskan kesalahan dan mengoreksi kesalahan dengan memberikan alternatif pilihan.
3.2    Data dan Sumber Data
3.2.1    Data
Adapun data dalam penelitian ini yaitu sejumlah pemakaian afiks yang tidak tepat yang digunakan dalam konstruksi untuk memperjelas makna dari suatu kata dalam artikel tajuk koran harian “Kendari Ekspres”  edisi Juni 2011.
3.2.2    Sumber Data
Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sumber data tertulis yaitu surat kabar harian “Kendari Ekspres”. Mengingat banyaknya edisi dari setiap pemberitaan yang ada pada harian ini maka penelitian ini hanya menganalisis tajuk selama satu bulan edisi yaitu berjumlah 31 buah.
3.3    Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini adalah menggunakan metode baca-catat. Metode tersebut dilakukan sebagai berikut:
1.    Metode baca dimaksudkan untuk memahami atau menyimak penggunaan afiks yang digunakan dalam yang digunakan dalam artikel tajuk.
2.    Teknik catat, digunakan untuk memperoleh data tulis yang dilakukan langsung saat diadakan penyimakan melalui proses membaca.
3.4    Metode dan Teknik Analisis Data
Metode yang digunakan dalam menganalisis data dalam penelitian ini yaitu metode deskriptif dengan teknik analisis dengan menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
1.    Dengan mengumpulkan data berupa data penggunaan afiks yang telah dikumpulkan dalam kartu data.
2.    Mengidentifikasi dan mengklasifikasi kesalahan yakni memilah-milah kesalahan berdasarkan jenis afiks yang diteliti.
3.    Menjelaskan kesalahan yaitu menggambarkan ltak kesalahan dan penyebab kesalahan.
4.    Mengevaluasi kesalahan yakni memperbaiki penggunaan afiks yang salah dengan memberikan alternatif jawaban.

2 komentar: